Kamis, 21 Juni 2012

Manfaat berdogeng bagi anak


Manfaat Dongeng 


Dongeng memang identik dengan bayi dan balita. Sejak jaman dulu, anak-anak sudah menyukai dongeng. Ternyata, dongeng tidak hanya menghibur, tetapi juga memiliki manfaat bagi bayi dan balita.

Dongeng, menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, dongeng berarti cerita yang tidak benar-benar terjadi. Menurut Dra. Sri Tiatri dari Fakultaas Psikologi Universitas Tarumanegara, "secara luas, dongeng bisa juga diartikan sebagai membacakan cerita atau menularkan cerita pada anak. Entah itu cerita nyata, tidak nyata, atau pengalaman orangtua”.

Lewat dongeng yang kita bacakan atau tuturkan pada anak, imajinasi si kecil akan tumbuh, sekaligus membangun hati nurani anak. Anak, kan, belum tahu mana yang baik dan buruk. Nah, lewat dongeng, orangtua bisa mengajarkan hal itu. Ingat, bukan, cerita rakyat atau tradisonal yang sering kita baca atau dengar di kala kecil? Di situ selalu digambarkan, si jahat akan mendapat hukuman sementara yang benar akan menan, sederhananya secara tidak langsung kita diajar tentang moral.

Siapa orang yang tidak suka mendengar cerita, kisah atau dongeng? Jawabannya bisa dipastikan tidak ada. Ya, kita semua pasti senang melakukannya. Kita tentu masih ingat cerita, kisah atau dongeng favorit yang pernah kita baca atau kita dengarkan dari orang lain. Kita begitu terobsesi sampai-sampai membayangkan seandainya kita menjadi tokoh utama dalam cerita tersebut. Sayangnya, saat ini tradisi mendongeng begitu jarang kita temukan. Sekarang siapa yang menyangka bahwa ternyata dongeng setelah dikaji oleh para pakar memiliki sekian banyak manfaat untuk orang tua dan perkembangan anaknya. Sebut saja dongeng dapat mengasah daya pikir dan imajinasi anak, dongeng dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi, dongeng merupakan sarana untuk membangun karakter anak, dongeng dapat menghangatkan hubungan orang tua dan anak, dan masih banyak lagi. 
Dongeng, seperti misalnya dongeng Si Kancil, Si Jubah Merah, Bawang Merah - Bawang Putih, dan sebagainya, seja dulu selalu membawa pesan yang begitu menyentuh, sehingga membentuk Anda berperilaku baik. Lebih dari itu, mungkin dulu Anda terpesona suara ibu atau ayah saat mereka mendongeng untuk Anda malam-malam sebelum tidur.

Begitu pula dengan bayi atau balita Anda kini. Dari dongeng, ada banyak manfaat yang bisa diambil, antara lain:
  1. Meningkatkan keterampilan bicara anak, karena bayi atau balita akan kenal banyak kosa kata.
  2. Mengembangkan kemampuan berbahasa anak, dengan mendengarkan struktur kalimat.
  3. Meningkatkan minat baca.
  4. Mengembangkan keterampilan berpikir.
  5. Meningkatkan keterampilan problem solving.
  6. Merangsang imajinasi dan kreativitas.
  7. Mengembangkan emosi.
  8. Memperkenalkan nilai-nilai moral.
  9. Memperkenalkan ide-ide baru.
  10. Mengalami budaya lain.
  11. Relaksasi.
  12. Mempererat ikatan emosi dengan orang tua.

Nah, dengan segudang manfaat dongeng, tentunya Anda tidak ragu lagi kan mendongeng untuk bayi/balita Anda? Apa dongeng favoritnya?
Manfaat  Dongeng pada Psikologi Anak

Pada zaman serba canggih seperti sekarang, kegiatan mendongeng di mata anak-anak tidak populer lagi. Sejak bangun hingga menjelang tidur, mereka dihadapkan pada televisi yang menyajikan beragam acara, mulai dari film kartun, kuis, hingga sinetron yang acapkali bukan tontonan yang pas untuk anak. Kalaupun mereka bosan dengan acara yang disajikan, mereka dapat pindah pada permainan lain seperti videogame.

KENDATI demikian, kegiatan mendongeng sebetulnya bisa memikat dan mendatangkan banyak manfaat, bukan hanya untuk anak-anak tetapi juga orang tua yang mendongeng untuk anaknya. Kegiatan ini dapat mempererat ikatan dan komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak. Para pakar menyatakan ada beberapa manfaat lain yang dapat digali dari kegiatan mendongeng ini.

Pertama, anak dapat mengasah daya pikir dan imajinasinya. Hal yang belum tentu dapat terpenuhi bila anak hanya menonton dari televisi. Anak dapat membentuk visualisasinya sendiri dari cerita yang didengarkan. Ia dapat membayangkan seperti apa tokoh-tokoh maupun situasi yang muncul dari dongeng tersebut. Lama-kelamaan anak dapat melatih kreativitas dengan cara ini.

Kedua, cerita atau dongeng merupakan media yang efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan etika kepada anak, bahkan untuk menumbuhkan rasa empati. Misalnya nilai-nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan, kerja keras, maupun tentang berbagai kebiasaan sehari-hari seprti pentingnya makan sayur dan menggosok gigi. Anak juga diharapkan dapat lebih mudah menyerap berbagai nilai tersebut karena Kak Agam di sini tidak bersikap memerintah atau menggurui, sebaliknya para tokoh cerita dalam dongeng tersebutlah yang diharapkan menjadi contoh atau teladan bagi anak.

Ketiga, dongeng dapat menjadi langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak. Setelah tertarik pada berbagai dongeng yang diceritakan Kak Agam, anak diharapkan mulai menumbuhkan ketertarikannya pada buku. Diawali dengan buku-buku dongeng yang kerap didengarnya, kemudian meluas pada buku-buku lain seperti buku pengetahuan, sains, agama, dan sebagainya.

Tidak ada batasan usia yang ketat mengenai kapan sebaiknya anak dapat mulai diberi dongeng oleh Kak agam. Untuk anak-anak usia prasekolah, dongeng dapat membantu mengembangkan kosa kata. Hanya saja cerita yang dipilihkan tentu saja yang sederhana dan kerap ditemui anak sehari-hari. Misalnya dongeng-dongeng tentang binatang. Sedangkan untuk anak-anak usia sekolah dasar dapat dipilihkan cerita yang mengandung teladan, nilai dan pesan moral serta problem solving. Harapannya nilai dan pesan tersebut kemudian dapat diterapkan anak dalam kehidupan sehari-hari.

Keberhasilan suatu dongeng tidak saja ditentukan oleh daya rangsang imajinatifnya, tapi juga kesadaran dan kemampuan pendongeng untuk menyajikannya secara menarik. Untuk itu Kak Agam dapat menggunakan berbagai alat bantu seperti boneka atau berbagai buku cerita sebagai sumber yang dapat dibaca oleh orang tua sebelum mendongeng.

Manfaat Dongeng untuk anak :

1. Mengasah daya pikir dan imajinasi
2. Menanamkan berbagi nilai dan etika
3. Menumbuhkan minat baca
                       www.ubb.ac.id/menulengkap.php?...
                      

Konsep Dasar Perkembangan Anak Usia Dini

 Konsep Dasar Perkembangan Anak Usia Dini

     
    Pengertian dan Karakteristik Anak Usia Dini
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut.
  1. Anak bersifat unik.
  2. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan.
  3. Anak bersifat aktif dan enerjik.
  4. Anak itu egosentris.
  5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
  6. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.
  7. Anak umumnya kaya dengan fantasi.
  8. Anak masih mudah frustrasi.
  9. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak.
  10. Anak memiliki daya perhatian yang pendek.
  11. Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial.
  12. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.
    Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini
Prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini berbeda dengan prinsip-prinsip perkembangan fase kanak-kanak akhir dan seterusnya. Adapun prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini menurut Bredekamp dan Coople (Siti Aisyah dkk., 2007 : 1.17 – 1.23) adalah sebagai berikut.
  1. Perkembangan aspek fisik, sosial, emosional, dan kgnitif anak saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
  2. Perkembangan fisik/motorik, emosi, social, bahasa, dan kgnitif anak terjadi dalam suatu urutan tertentu yang relative dapat diramalkan.
  3. Perkembangan berlangsung dalam rentang yang bervariasi antar anak dan antar bidang pengembangan dari masing-masing fungsi.
  4. Pengalaman awal anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap perkembangan anak.
  5. Perkembangan anak berlangsung ke arah yang makin kompleks, khusus, terorganisasi dan terinternalisasi.
  6. Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks social budaya yang majemuk.
  7. Anak adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun pemahamannya tentang tentang lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, social, dan pengetahuan yang diperolehnya.
  8. Perkembangan dan belajar merupakan interaksi kematangan biologis dan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
  9. Bermain merupakan sarana penting bagi perkembangan social, emosional, dan kognitif anak serta menggambarkan perkembangan anak.
  10. Perkembangan akan mengalami percepatan bila anak berkesempatan untuk mempraktikkan berbagai keterampilan yang diperoleh dan mengalami tantangan setingkat lebih tinggi dari hal-hal yang telah dikuasainya.
  11. Anak memiliki modalitas beragam (ada tipe visual, auditif, kinestetik, atau gabungan dari tipe-tipe itu) untuk mengetahui sesuatu sehingga dapat belajar hal yang berbeda pula dalam memperlihatkan hal-hal yang diketahuinya.
  12. Kondisi terbaik anak untuk berkembang dan belajar adalam dalam komunitas yang menghargainya, memenuhi kebutuhan fisiknya, dan aman secara fisik dan fisiologis.
    Pendidikan Anak Usia Dini
Jalur Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 (Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional) Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Dalam pasal 28 ayat 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudathul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat.
Satuan Pendidikan Anak Usia Dini
Satuan pendidikan anak usia dini merupakan institusi pendidikan anak usia dini yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6 tahun. Di Indonesia ada beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang selama ini sudah dikenal oleh masyarakat luas, yaitu:
Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Atfal (RA)
TK merupakan bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun, yang terbagi menjadi 2 kelompok : Kelompok A untuk anak usia 4 – 5 tahun dan Kelompok B untuk anak usia 5 – 6 tahun.
Kelompok Bermain (Play Group)
Kelompok bermain berupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4 tahun (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 23)
Taman Penitipan Anak (TPA)
Taman penitipan anak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. TPA adalah wahana pendidikan dan pembainaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab lain (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 24).
    Landasan Pendidikan Anak Usia Dini
    Landasan Yuridis Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”.
Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa ”(1) Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”
    Landasan Filosofis Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan.
Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk mendaptkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung.
    Landasan Keilmuan Pendidikan Anak Usia Dini
Konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artinya kerangka keilmuan PAUD dibangun dari interdisiplin ilmu yang merupakan gabungan dari beberapa displin ilmu, diantaranya: psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak, antropologi, humaniora, kesehatan, dan gizi serta neuro sains atau ilmu tentang perkembangan otak manusia (Yulianai Nurani Sujiono, 2009: 10).
Berdasarkan tinjauan secara psikologi dan ilmu pendidikan, masa usia dini merupkan masa peletak dasar atau fondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Apa yang diterima anak pada masa usia dini, apakah itu makanan, minuman, serta stimulasi dari lingkungannya memberikan kontribusi yang sangat besar pada pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa itu dan berpengaruh besar pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan struktur otak. Dari segi empiris banyak sekali penelitian yang menyimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting, karena pada waktu manusia dilahirkan, menurut Clark (dalam Yuliani Nurani Sujono, 2009) kelengkapan organisasi otaknya mencapai 100 – 200 milyard sel otak yang siap dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan optimal, tetapi hasil penelitian menyatakan bahwa hanya 5% potensi otak yang terpakai karena kurangnya stimulasi yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi otak.
    Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Secara khusus tujuan pendidikan anaka usia dini adalah (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 42 – 43):
  1. Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta mencintai sesamanya.
  2. Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya termasuk gerakan motorik kasar dan motorik halus, serta mampu menerima rangsangan sensorik.
  3. Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk berpikir dan belajar.
  4. Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.
  5. Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan masyarakat dan menghargai keragaman social dan budaya serta mampu mngembangkan konsep diri yang positif dan control diri.
  6. Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta menghargai karya kreatif.
    Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip (Forum PAUD, 2007) sebagai berikut.
Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional.
Belajar melalui bermain
Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.
Menggunakan lingkungan yang kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.
Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak.
Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri.
Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.
Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan–kegiatan yang berluang .